Foto: iStock
Sejumlah developer sering menawarkan promo free BPHTB dalam memasarkan produk propertinya.
Nah, untuk yang belum tahu, BPHTB adalah singkatan dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Biasanya, ini dijadikan salah satu syarat dokumen dalam prosedur pembuatan sertifikat tanah melalui notaris atau PPAT.
Sama seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPn), untuk biayanya sendiri ditanggung oleh pembeli rumah.
Dalam transaksi jual beli tanah atau properti lainnya, baik penjual maupun pembeli memiliki tanggung jawab untuk membayar pajak.
Jika pernah mendengar istilah pajak BPHTB, sejatinya ada perbedaan antara bea dan pajak, yakni pembayarannya dilakukan terpisah.
Bila berniat untuk membeli properti, maka penting untuk mengetahui perbedaan bea dan pajak beserta cara menghitungnya.
Simak ulasan lengkapnya di bawah ini, ya.
Apa Itu BPHTB?
Foto: iStock
BPHTB adalah pungutan atas perolehan hak atas tanah atau bangunan.
Jadi, jika kita membeli properti baik bangunan atau tanah, maka ada kewajiban untuk membayar bea ini ke otoritas setempat.
Hal-hal terkait bea ini diatur dalam Undang-undang (UU) Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Dalam UU tersebut dijelaskan bahwa pihak yang berwenang untuk menarik bea adalah pemerintah kabupaten atau kota.
Sebelum UU tersebut berlaku, penarikan pungutan dilakukan oleh pemerintah pusat.
Pungutan tarifnya bisa dikenakan kepada pribadi atau individu, badan dan organisasi.
Intinya, setiap transaksi perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan, baik oleh perorangan atau oleh badan usaha/organisasi, maka diwajibkan membayar bea.
Tarifnya, berkisar 5% dari harga beli dikurangi dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP).
Baca juga:
Apa Itu NJOP? Ini Pengertian, Fungsi, hingga Cara Hitungnya
Cara Menghitung BPHTB
Foto: iStock
Sebelum menghitung, Anda harus mengetahui terlebih dahulu besaran NPOPTKP. Berikut rumus perhitungannya;
5% x Dasar Pengenaan Pajak (NPOP – NPOPTKP)
Untuk lebih jelasnya, kami berikan contoh bagaimana perhitungan besaran tarif yang harus dibayarkan.
Misalnya Anda membeli tanah di Jakarta seharga Rp200 juta. NPOPTKP dari tanah tersebut adalah Rp80 juta.
Maka, berapa biaya BPHTB? Berikut perhitungan tarifnya;
- NPOP = Rp200.000.000,00
- NPOPTKP = Rp80.000.000,00
- BPHTB = 5% x (Rp200.000.000,00 – Rp80.000.000,00)
- 5% x Rp120.000.000,00 = Rp6.000.000,00
Berdasarkan perhitungan tersebut, maka tarif yang harus dibayar adalah sebesar Rp6 juta.
Lalu, kemana kita harus membayar BPHTB tersebut? Jawabannya adalah melalui bank yang bekerja sama seperti Mandiri, BNI dan BRI.
Perbedaan Bea dan Pajak
Foto: iStock
Mungkin Anda bertanya-tanya, “apa bedanya bea dan pajak dalam proses jual-beli ini?”
Di sini perlu ditegaskan kembali bahwa BPHTB bukan pajak, keduanya berbeda satu sama lainnya.
Perbedaan bisa dilihat dari skema pembayarannya. Pembayaran pajak dilakukan lebih dahulu daripada saat terutang.
Contohnya, seorang pembeli tanah bersertifikat harus membayar bea tersebut sebelum berlangsungnya transaksi, atau sebelum akta dibuat dan ditandatangani.
Hal ini juga terjadi dalam bea materai. Siapapun pihak yang membeli materai tempel, berarti dia sudah membayar bea materai walau belum terjadi saat terutang pajak.
Perbedaan kedua adalah, frekuensi pembayaran bea terutang dapat dilakukan secara insidental atau berkali-kali dan tidak terikat waktu.
Misalnya, membeli atau membayar materai tempel dapat dilakukan kapan saja, tidak seperti pajak yang harus dibayar sesuai ketentuan.
Baca juga:
Wajib Tahu, Inilah Rincian Biaya dalam Pajak Pembelian Rumah
Persyaratan
Foto: iStock
Setelah mengetahui pengertian dan perbedaan BPHTB dengan pajak, sekarang kita akan membahas persyaratannya.
Pada dasarnya syarat tahun ini tidak berbeda dengan persyaratan-persyaratan pada tahun sebelumnya.
Jika seseorang melakukan jual-beli properti, maka ada persyaratan yang harus dipenuhi yaitu:
- Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD)
- Fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) PBB untuk tahun yang bersangkutan
- Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) wajib pajak
- Fotokopi Surat Tanda Terima Setoran (STTS) atau struk Anjungan Tunai Mandiri (ATM) bukti pembayaran PBB lima tahun terakhir
- Fotokopi bukti kepemilikan tanah seperti sertifikat, Akta Jual Beli (AJB), letter C atau girik
Apabila Anda mendapatkan tanah atau rumah untuk hibah, waris, atau jual-beli waris, maka syaratnya adalah sebagai berikut:
- SSPD
- Fotokopi SPPT PBB untuk tahun yang bersangkutan
- Fotokopi KTP wajib pajak
- Fotokopi STTS atau struk ATM bukti pembayaran PBB lima tahun terakhir
- Fotokopi bukti kepemilikan properti seperti sertifikat, AJB, letter C atau girik
- Fotokopi Surat keterangan waris atau akta hibah
- Fotokopi Kartu Keluarga (KK).
Demikian ulasan lengkap mengenai BPHTB yang perlu Anda ketahui.
Sedang mencari properti dijual? Terdapat pilihan rumah yang direkomendasikan oleh 99.co Indonesia.
Jika tertarik, Anda bisa melihat unit rumah yang ada di Mustika Village Karawang, Podomoro Golf View, hingga Myza BSD City.
Semoga informasi di atas dapat membantu!
Leave a comment