Mengenal Apa Itu SPH Tanah beserta Kedudukan Hukumnya

4 min read

Surat Pengakuan Hak (SPH) tanah adalah dokumen yang menerangkan kepemilikan seseorang atau lembaga atas bidang tanah yang belum bersertifikat, seperti girik atau verponding.

SPH tanah merupakan dokumen informal yang diterbitkan oleh pemerintah desa atau kelurahan.

Karena berstatus dokumen informal, penyebutan SPH tanah di setiap daerah bisa berbeda-beda.

Kendati berstatus dokumen informal, SPH merupakan dokumen yang cukup krusial dalam jual-beli tanah yang belum bersertifikat.

Pasalnya, dokumen ini menjadi salah satu persyaratan yang harus disertakan dalam proses pendaftaran tanah atau membuat sertifikat tanahnya.

Maka itu, jika Anda berencana membeli bidang tanah yang belum bersertifikat, hal pertama yang harus dilakukan adalah mengecek keabsahan SPH tersebut.

Caranya dengan mendatangi kantor desa atau kelurahan setempat, serta mengonfirmasi bahwa kedua instansi tersebut pernah menerbitkan SPH tanah kepada penjual tanah.

Dasar Hukum SPH Tanah

dasar hukum sph tanah

Merujuk jurnal ilmiah berjudul “Kedudukan Hukum Surat Pengakuan Hak (SPH) Atas Tanah Sebagai Bukti Awal Proses Pendaftaran Tanah” yang ditulis oleh Suhardi.

Dasar hukum mengenai pembuatan dan penerbitan SPH tanah mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 tentang Penguasaan Tanah-Tanah Negara.

Beleid tersebut mengejawantahkan kewenangan penguasaan atas tanah Negara kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Karena itu, untuk tanah-tanah yang dikuasai oleh negara dapat diberikan penetapan peruntukannya kepada masyarakat melalui SPH yang dikeluarkan pemerintah desa atau kelurahan.

Kendati demikian, secara hukum surat pengakuan hak  tidak bisa dijadikan sebagai bukti hak milik seseorang atau badan hukum atas sebuah bidang tanah.

Status hak milik atas tanah tersebut baru bisa diakui secara hukum apabila telah didaftarkan dan pemiliknya mengantongi Sertifikat Hak Milik (SHM).

Maka itu, dalam transaksi jual-beli tanah yang belum bersertifikat, pembeli wajib melakukan pendaftaran untuk mendapatkan hak atas tanah tersebut.

Secara umum, proses pengurusan legalitas dalam jual beli tanah yang bersertifikat memang lebih kompleks dari tanah yang sudah bersertifikat.

Maka itu, apabila hendak membeli tanah dijual atau rumah dijual, pastikan kamu memilih unit yang sudah memiliki sertifikat lengkap.

Agar tidak tertipu, temukan rekomendasinya di laman 99.co Indonesia.

Kedudukan Hukum SPH dalam Pendaftaran Tanah

Pada prosesnya, pendaftaran tanah belum bersertifikat haruslah menyertakan sejumlah dokumen yang membuktikan penguasaan seseorang atas tanah tersebut.

Salah satu dokumen persyaratan yang harus disertakan dalam proses pendaftaran tanah adalah surat pengakuan hak.

Ketentuannya bisa dilihat dalam Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 (PP 24/1997) tentang Pendaftaran Tanah.

Disebutkan dalam Pasal 24 Ayat 1 PP 24/1997:

“Untuk keperluan pendaftaran hak, hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis. Keterangan yang kadar kebenarannya oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik, dianggap cukup untuk mendaftar hak, pemegang hak dan hak-hak pihak lain yang membebaninya.”

Alat bukti secara tertulis yang disebutkan dalam beleid tersebut dapat disebut sebagai alas hak, atau bukti penguasaan atas tanah secara yuridis.

Alas hak secara yuridis ini dituangkan dalam bentuk tertulis dengan surat keputusan, surat keterangan, surat pernyataan, surat pengakuan, akta autentik maupun bawah tangan, dan lain-lain.

Melalui penjelasan di atas, maka jelas bahwa SPH dapat dijadikan alas hak untuk memperoleh hak atas tanah melalui pendaftaran tanah.

Lantas, apakah surat pengakuan hak tanah juga bisa dijadikan sebagai alat bukti dalam persidangan dalam kasus sengketa tanah?

Bisa saja, tetapi status SPH hanya sebagai alat bukti tertulis di bawah tangan (onderhands).

Maka itu, jika menggunakan alat bukti SPH, maka harus diiringi juga dengan alat bukti lainnya seperti saksi, pengakuan, persangkaan dan sumpah.

Unsur-Unsur SPH Tanah

unsur unsur sph tanah

Karena berstatus sebagai alas hak atau bukti penguasaan tanah secara yuridis, maka SPH tanah harus memenuhi unsur-unsur berikut ini:

  • Pernyataan dari pihak yang menguasai tanah, bahwa tanah tersebut berada dalam kekuasaannya dan tidak bertentangan dengan hak pihak lain atas tanah tersebut.
  • Pernyataan mengenai riwayat tanah tersebut atau proses peralihannya secara historis.
  • Pernyataan luas tanah dan menyebutkan para pemilik tanah yang berbatasan dengan tanah tersebut.
  • Pernyataan bahwa tanah tersebut tidak terlibat dalam sengketa.
  • Pernyataan bahwa tanah tersebut tidak sedang dijaminkan.
  • Pernyataan bahwa tanah tersebut tidak sedang dalam peralihan hak.
  • Peta dan gambar tanah tersebut beserta luasnya dan batas-batasnya sebagai lampiran.
  • Tanda tangan para pemilik tanah yang berbatasan dengan tanah tersebut sebagai saksi.
  • Tanda tangan lurah/kepala desa dan camat sebagai pihak yang mengetahui.

Lebih lanjut, SPH yang dianggap sebagai alas hak untuk pendaftaran tanah juga harus berupa keterangan tertulis, dengan unsur-unsur:

  • Diterbitkan oleh pejabat pemerintah yang berwenang.
  • Jelas batas-batas tanahnya.
  • Jelas asal-usul tanahnya.
  • Tidak ada sengketa (baik secara formal maupun material).

Itulah ulasan mengenai pengertian dan landasan hukum SPH tanah yang penting diketahui.

Untuk Anda yang ingin memasang iklan di 99.co Indonesia, segera lakukan registrasi di sini.

Semoga bermanfaat, ya.

 

Reader Interactions

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *